Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
BNPT
Berpotensi Ciptakan Konflik Horizontal, Muhammadiyah Berharap BNPT Batalkan Wacana Mengontrol Tempat Ibadah
2023-09-09 09:57:19
 

 
YOGYAKARTA, Berita HUKUM - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Kepala BNPT, Rycko Amelza, Rabu (6/9) mewacanakan untuk mengontrol tempat ibadah. Wacana tersebut dilontarkan untuk mencegah potensi radikalisme dan promosi kebencian di tempat ibadah.

Menanggapinya, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir berharap wacana tersebut tidak dilaksanakan. Sebab selain bersifat mundur ke belakang, kebijakan itu dia anggap melukai sejarah kebangsaan dan justru berpotensi menciptakan konflik horizontal baru.

"Bahwa agama dan umat beragama di Indonesia punya sejarah panjang, melekat dengan denyut nadi kehidupan bangsa, ikut memperjuangkan kemerdekaan dengan darah dan meletakkan pondasi Keindonesiaan bersama dengan seluruh komponen bangsa," ucapnya.

"Lebih dari itu memang juga tidak proporsional karena masjid dan tempat-tempat ibadah itu menjadi sumber api nilai berbangsa, bahkan menjadi sumber nilai etika masyarakat," kata Haedar pasca acara di Fakultas Hukum UII, Sleman, Kamis (7/9).

Mendukung upaya BNPT melawan radikalisme, Haedar mendorong agar tidak melakukan generalisasi atau bahkan kriminalisasi pada agama maupun umat agama tertentu. Haedar menekankan bahwa posisi agama dan umat beragama di Indonesia adalah poros kultural ketahanan NKRI.

"(dengan kebijakan itu) nanti dampak luasnya bahwa sosial order itu kehilangan daya kulturalnya di mana satu kekuatan kultural bangsa kita itu kan umat beragama," ingatnya.

Mengenai mekanisme kontrol yang diwacanakan BNPT untuk melibatkan masyarakat, Haedar juga tidak setuju. Dirinya berpendapat, pengawasan masyarakat ketika diendorse oleh negara hanya akan melahirkan konflik horizontal.

"Sejatinya masyarakat itu kan punya self-mechanism, saling kontrol satu sama lain. Tapi ketika itu diendorse oleh negara, mengawasi masjid, mengawasi gereja, dan seterusnya itu justru berpotensi menciptakan konflik horizontal. Jadi di sinilah pentingnya kearifan, kecerdasan, dan tanggung jawab yang lebih luas baik dari BNPT maupun instansi pemerintah, lebih-lebih mau pemilu 2024 yang memerlukan suasana yang kondusif," pesannya.

Haedar berharap BNPT membatalkan wacana tersebut dan memilih cara-cara lain yang lebih arif dan konstruktif bagi ketahanan bangsa sesuai konteks Keindonesiaan.

"Jadi kami percaya Kepala BNPT dan jajaran BNPT untuk meninjau kembali dan tidak melanjutkan langkah untuk mengawasi tempat ibadah," ucapnya.

"Jangan sampai itu menjadi kebijakan karena kalau masjid nanti ada pengawasan, lalu tempat-tempat ibadah juga ada pengawasan, habis itu sekolah, itu nambah suasana kebangsaan makin terkesan dramatis, terkesan ada alarm (bahaya)," nasihat Haedar.(afn/muhammadiyah/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

 

ads2

  Berita Terkini
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu

Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur

Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket

Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2